:strip_exif():quality(75)/medias/7571/8bbdc28b5e798277ee49cfba2cded4cf.jpg)
Anggota Komisi X DPR, Sofyan Tan, menyerukan pemerintah untuk memprioritaskan kesejahteraan guru daripada terus-menerus mengganti kurikulum. Menurutnya, perubahan kurikulum berdampak besar pada infrastruktur pendidikan, khususnya bagi sumber daya manusia (SDM), terutama 3.328.000 guru di seluruh Indonesia.
Kesejahteraan Guru: Prioritas Utama
"Lebih dari 3 juta guru harus kembali belajar dan beradaptasi dengan kurikulum baru. Padahal, mereka masih kesulitan dengan kurikulum yang lama," ujar Sofyan. Ia menambahkan, "Kalau ganti kurikulum lagi, beban guru akan semakin berat. Mereka harus belajar lagi, sementara nasib mereka tidak pernah berubah. Saya berharap kebijakan yang dilakukan hari ini justru berfokus pada perubahan nasib guru."
Sofyan menekankan bahwa kesejahteraan guru adalah masalah utama yang harus segera diatasi pemerintah. Kualitas pendidikan di Indonesia tergantung pada guru. "Pendidikan berkualitas harus dimulai dari guru, maka guru harus mendapatkan kesejahteraan yang jauh lebih baik," tegasnya.
Guru Honorer: Terbebani Gaji Rendah dan Pekerjaan Sampingan
Sofyan juga menyoroti kondisi guru honorer yang seringkali memiliki pekerjaan sampingan karena gaji mereka tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. Berdasarkan data dari Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) pada Mei 2024, 42 persen guru dan 74 persen guru honorer menghasilkan di bawah Rp 2.000.000 per bulan. Bahkan, 13 persen guru dan 20,5 persen guru honorer menghasilkan di bawah Rp 500.000 per bulan.
Data yang sama juga menunjukkan bahwa 89 persen guru di Indonesia merasa penghasilan mereka pas-pasan atau kurang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Lebih lanjut, 55,8 persen guru memiliki pekerjaan sampingan, dan 79,8 persen guru memiliki utang. "Tak heran banyak guru terjerat pinjaman online, seperti laporan NoLimit yang menyebutkan 42 persen masyarakat yang terjerat pinjol ilegal berprofesi sebagai guru," ungkapnya.
Solusi untuk Meningkatkan Kesejahteraan Guru
Melihat kondisi tersebut, Sofyan berharap pemerintah membuat program terobosan untuk meningkatkan kesejahteraan guru. "Guru tidak boleh lagi menghasilkan di bawah UMR, termasuk guru honorer. Mereka pahlawan pendidikan kita. Kita bisa memanfaatkan sertifikasi dan inpassing (penyetaraan profesi guru negeri maupun swasta) untuk mengatasi masalah ini," ujarnya.
"Dengan langkah-langkah tersebut, kita bisa menghentikan kondisi di mana guru menghasilkan di bawah UMR, bekerja sebagai pemulung, atau melakukan pekerjaan yang seharusnya tidak dilakukan oleh seorang guru," pungkas Sofyan.