:strip_exif():quality(75)/medias/23032/81af7f3e9c43cb9267d121ad050f94ce.jpg)
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin akan menjatuhkan sanksi kepada dinas kesehatan provinsi yang dinilai lalai dalam mengawasi implementasi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) di rumah sakit di wilayahnya. Target implementasi KRIS di 3.113 rumah sakit, baik swasta maupun pemerintah, adalah Juni 2025. Ketegasan ini disampaikan langsung oleh Menteri Budi dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI.
Ancaman Sanksi dan Progres Implementasi
"Dinas kesehatan yang tidak memeriksa progres implementasi KRIS di rumah sakitnya akan terkena sanksi pada alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK)," tegas Menteri Budi. Pernyataan tersebut menekankan keseriusan pemerintah dalam memastikan terlaksananya program KRIS secara merata di seluruh Indonesia. Dari total 3.113 rumah sakit, sebanyak 2.766 rumah sakit (sekitar 88%) telah divalidasi. Namun, masih terdapat empat provinsi yang progres validasinya di bawah 50%, yaitu Kalimantan Tengah, Maluku Utara, Papua, dan Papua Pegunungan.
Lambannya progres validasi di empat provinsi tersebut menjadi sorotan utama. Menteri Budi mempertanyakan hal tersebut dengan mengatakan, "Jika Kalimantan Barat bisa, mengapa Kalimantan Tengah tidak? Beberapa provinsi sudah mencapai 90% validasi, termasuk Papua Barat Daya. Ini masalah kemauan." Pernyataan ini menyoroti disparitas kinerja antar provinsi dan menekankan pentingnya komitmen dari pemerintah daerah.
Tujuan dan Standar KRIS
Tujuan utama implementasi KRIS adalah untuk menjamin standar minimal layanan kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia, bukan hanya sebatas klasifikasi perawatan. Standar ini dijabarkan dalam Pasal 46A Perpres Nomor 59 Tahun 2024, yang menetapkan 13 kriteria wajib yang harus dipenuhi untuk kamar KRIS bagi pasien BPJS Kesehatan.
Ketiga belas kriteria tersebut mencakup berbagai aspek, mulai dari sistem ventilasi dan pencahayaan hingga aksesibilitas kamar mandi bagi penyandang disabilitas. Rinciannya meliputi:
- Sistem Ventilasi: Pergantian udara minimal 6 kali per jam.
- Pencahayaan: Penerangan standar 250 lux dan 50 lux untuk tidur.
- Kelengkapan Tempat Tidur: Minimal dua kotak kontak, tanpa sambungan langsung tanpa pengaman arus. Termasuk nakas.
- Suhu Ruangan: Stabil antara 20-26°C.
- Pembagian Ruangan: Berdasarkan jenis kelamin, usia (anak/dewasa), dan status infeksi.
- Kualitas dan Kepadatan Ruangan: Jarak antar tempat tidur minimal 1,5 meter; minimal 4 tempat tidur per kamar; ukuran tempat tidur minimal P: 200 cm, L: 90 cm, T: 50-80 cm; tempat tidur 2 crank; tirai/partisi antar tempat tidur.
- Kamar Mandi: Dalam ruangan, pintu dengan bukaan keluar dan kunci yang dapat dibuka dari dua sisi, serta ventilasi (exhaust fan atau jendela boven).
- Aksesibilitas Kamar Mandi: Tulisan/simbol "disable", ruang gerak cukup untuk kursi roda, pegangan rambat (handrail), permukaan lantai anti-licin dan bebas genangan.
- Bel Perawat: Terhubung ke pos perawat.
- Outlet Oksigen: Tersedia.
- Material Bangunan: Tidak berporositas tinggi (mencegah debu dan mikroorganisme).
Pemenuhan standar ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan kenyamanan pasien.
Dampak Implementasi KRIS
Implementasi KRIS diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Standarisasi ini menjamin pasien BPJS Kesehatan mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak dan memenuhi standar minimal yang telah ditetapkan.
Ketegasan pemerintah dalam menindak dinas kesehatan yang lalai menunjukkan komitmen untuk memastikan program ini berjalan efektif dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.
Pengawasan yang ketat dan sanksi yang tegas diharapkan akan mendorong percepatan implementasi KRIS di seluruh rumah sakit di Indonesia dan mewujudkan tujuan utama dari program ini.