Duterte Siap Hadapi ICC di Den Haag
Mantan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, secara mengejutkan menyatakan kesediaannya untuk menghadiri sidang di Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) di Den Haag. Pernyataan kontroversial ini disampaikan Duterte dalam rapat parlemen maraton yang berlangsung lebih dari 11 jam pada Rabu (13/11) lalu, membahas perang melawan narkoba selama masa pemerintahannya.
Alasan Perubahan Sikap Duterte
Perubahan sikap Duterte ini terbilang signifikan. Sebelumnya, ia selalu menolak intervensi internasional, khususnya terkait perang melawan narkoba yang kontroversial tersebut. Namun, kini di usia 79 tahun, ia menghadapi berbagai penyelidikan atas dugaan pelanggaran HAM selama masa jabatannya. Ribuan kematian tanpa proses hukum selama periode tersebut menjadi sorotan utama dan dasar investigasi ICC terhadap Duterte atas dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Investigasi ICC terhadap Duterte atas dugaan kejahatan kemanusiaan telah berlangsung lama. Keengganan Duterte untuk diadili di ICC sebelumnya didasarkan pada penolakannya terhadap campur tangan asing dalam urusan domestik Filipina. Namun, ia kini mengungkapkan alasan lain atas perubahan pendiriannya.
Dalam rapat parlemen tersebut, Duterte mengkritik lambatnya proses di ICC. Ia mengeluh, "ICC terlalu lambat, cepatlah! Saya sudah tua dan bisa mati kapan saja."
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa faktor usia dan kesehatan mungkin turut mempengaruhi keputusan Duterte untuk secara langsung menghadapi ICC. Ia tampaknya ingin menyelesaikan masalah ini sebelum ajalnya tiba.
Selain itu, Duterte juga membela kebijakannya selama masa jabatannya. Ia menegaskan, "Apa yang saya lakukan, saya lakukan untuk negara saya dan anak muda. Tidak ada alasan, tidak ada permintaan maaf. Jika saya masuk Neraka, ya sudah." Pernyataan ini menekankan keyakinan Duterte atas tindakannya dalam perang melawan narkoba, meskipun tindakan tersebut telah menuai banyak kritik.
Sikap Duterte yang kini terbuka untuk diadili di ICC sangat bertolak belakang dengan penolakannya sebelumnya. Pada 2017, setelah laporan pertama ke ICC diajukan, Duterte bahkan mengancam akan menarik Filipina dari ICC. Ancaman tersebut kemudian direalisasikan pada 2019, dengan Filipina resmi menarik diri dari ICC untuk menghentikan penyelidikan terkait pembunuhan selama perang narkoba. Perubahan sikap ini menimbulkan banyak pertanyaan dan spekulasi.
Dampak Pernyataan Duterte
Pernyataan mengejutkan Duterte ini telah membuka babak baru dalam kasus pelanggaran HAM selama perang melawan narkoba di Filipina. Keputusan untuk hadir di Den Haag menimbulkan berbagai spekulasi, mulai dari pertimbangan politik hingga perubahan hati yang tulus. Hanya waktu yang akan menjawab motif di balik perubahan sikap mantan presiden tersebut.
Namun, terlepas dari motifnya, pernyataan Duterte telah mengejutkan banyak pihak dan menjadi fokus perhatian internasional. Pernyataan tersebut juga menempatkan ICC di bawah sorotan, dengan tuntutan percepatan proses investigasi dan persidangan.
Publik menantikan langkah selanjutnya dari ICC dan bagaimana proses hukum terhadap Duterte akan berlanjut. Pernyataan Duterte yang siap menghadiri sidang di Den Haag membuka kemungkinan bagi ICC untuk memperoleh kesaksian langsung dari mantan presiden tersebut.
Meskipun telah menyatakan kesediaannya, Duterte juga meminta dana untuk tiket pesawat ke Den Haag. Hal ini menunjukkan bahwa ia tidak sepenuhnya pasif dalam menghadapi proses hukum ini, dan tetap menunjukkan sikap yang tegas dan lugas.
Kehadiran Duterte di Den Haag akan menjadi momen bersejarah dan krusial bagi proses peradilan internasional. Dunia menunggu dengan penuh perhatian untuk melihat bagaimana proses tersebut akan berlangsung dan apa implikasinya bagi Filipina dan komunitas internasional.